SETIA ITU PAMALI KALO SETENGAH-SETENGAH

Melihat carut marut krisisnya rasa kepemilikan dan rasa tanggung sosial sebagai insan kamil. Dalam konteks ini manusia dilanda bencana a country in despair dan terlena dalam the pursuit of WOW, yang mengakibatkan manusia menjadi sosok yang sangat individualistik. Berdasarkan mega tragedi tersebut, maka segenap mahasiswa Universitas Brawijaya yang terdiri dari Nurul Rodiyah (Antropologi FIB 2015), Rizki Haidar Aqil (Pendidikan Bahasa Inggris FIB 2015), Novitri Nurimani Asha (Psikologi FISIP 2015), Yayuk Windarti (Antropologi FIB 2016), Aprilia Tri Wahyu Ningrum (Antropologi FIB 2016) dengan dosen pembimbing Putri Kumala Dewi, M.Pd. melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri Dimas Kanjeng menumbuhkan rasa setia yang teramat abadi dengan adanya rasa keterikatan yang tinggi pula.20170707075608

“ANDAIKAN KAU DATANG KEMBALI”, lantunan dzikir tersebut yang selalu menjadi harapan santri si Taat Pribadi setiap hari. Hidup semakin berarti tatkala kita telah bisa mengikhlaskan apa yang kita cintai (aktualisasi diri). Semangat menginspirasi tersebut yang selalu tumbuh di Padepokan Taat Pribadi. Sebagai bukti rasa cinta santri yang mendalam terhadap Dimas Kanjeng, santri juga menggunakan prinsip Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang dipelopori oleh Schaufeli et al (2002) yang mana terdiri dari adanya rasa semangat untuk menjadikan  Dimas Kanjeng sebagai sosok vigur priority yang disebabkan karena adanya rasa saling memiliki satu sama lain, kemudian mengabdi setulus hati tanpa mengharap balasan jasa kembali, dan yang terakhir santri selalu berusaha memahami atau melakukan penghayatan terhadap Dimas Kanjeng dengan selalu berupaya memberikan apa yang Dimas Kanjeng sukai dan menuruti segala larangan maupunperintah Dimas Kanjeng. Hal tersebut sesuai dengan hasil kutipan wawancara berikut:

saya itu ibu saya meninggal saja tidak saya tangisi, namun mas kanjeng ini sungguh beda,, tidak tau kenapa rasanya sakit sekali kehilangan mas kanjeng, teringat akan kelembutannya, kasih sayangnya yang begitu menyentuh. Mas kanjeng itu mbak, semut saja dilarang dibunuh, pokoknya santun sekali beliau itu mbak, selalu mengelus anak yatim, dan murah senyum gitu mbak”, ujar Ibu L.

Iya..dulukan sampean pernah denger di tv kan hebatnya gimana. Dimas Kanjeng gimana, gimana.. Biarin aja. Dia dulu juga ada cerita nanti padepokan akan ramai, banyak dikunjungi orang. Tapi, kita gak nggerti maknanya, tapi kalau dipelajari yang mana ya seperti ini ramai dikunjungi  orang gara-gara ada kejadian seperti ini. Ini ada hikmahnya kejadian seperti ini supaya dunia itu tau bahwa padepokan itu ada. Ini emang sejarahnya dalam perkembangan hidup islam seperti ini. Memang perjalanan perjuangan seperti ini. Nah supaya dunia itu tau. Kalau gak gitu gimana dunia tau jika masalah ada hikmahnya. SETIA ITU TAK BUTUH PENYESALAN DAN PILU MBAK”, ungkap santri.

Santri Dimas Kanjeng mampu menyadari bahwa perjalanan hidup manusia pasti mengalami yang namanya unpredictable and irreversible. Dalam mengatasi hal-hal yang tak terduga tersebut, maka santri Dimas Kanjeng telah membentengi dirinya terlebih dahulu untuk berjanji bahwa apapun yang terjadi dirinya harus tetap commitment bahwa dirinya merupakan santri DK yang harus selalu mengabdi terhadap gurunya (DK). Sedangkan untuk menjawab irreversible (kejadian yang tak bisa terulang kembali),, maka santri Dimas Kanjeng selalu mengambil hikmah yang positif dari setiap cobaan yang menerpa, dan selalu memaafkan Dimas Kanjeng, bahkan santri tidak pernah merasa bahwa gurunya (Dimas Kanjeng) tidak pernah bersalah, dan juga “tidak seharusnya terlibat dalam kasus hukum, maka apapun akan kami lakukan demi kembalinya Yang Mulia Dimas Kanjeng”, ucap santri.

Di samping itu, Santri Dimas Kanjeng memiliki social capital yang teramat tak terkendali, sehingga tatkala ada suatu kelompok masyarakat yang mencibir dan menghujat Dimas Kanjeng, santri tetap yakin dan positive thinking terhadap Dimas Kanjeng. Santri Dimas Kanjeng juga menerapakan model pemikiran Emile Durkheim yang menyatakan bahwa collective consciousness harus selalu tertanam dalam setiap langkah guna terciptanya pelumas social solidarity.

Kita memang ditanamkan di sini bahwa tidak ada perbedaan ras nan suku. Sementara apa yang menjadi tujuan kita ingin ya kita pikirkan, cuman satu penyampaian yang mulia itu kita di sini berupayalah dan berjuang untuk umat. Sedikit memang tapi terjemahannya bisa banyak sekali. Bu marwah juga bilang bahwa ini adalah miniatur Indonesia di mana kita semua berada satu posisi di mana terdapat dari berbagai suku terus kemudian aaa.. bhineka tunggal Ika yang kita tekankan. Karena apa pada saat kita berbicara tentang umat maka scup kecilnya adalah Indonesia. Indonesia yang kondisinya berbagai macam itu sudah tidak bisa kita pungkiri lagi kan, artinya di mana rasa dipermainkan, tapi tetap kita semua di sini sama. Semua jabatan semua title lepas. Kita di sini punya satu pengertian bahwa kita berguru pada seorang guru yang mengarahakan kita untuk mensejahterakan umat. Intinya disini memahami karakter adat istiadat bagaimana dan lain sebagainya, di sini kebersamaan. Jadi di sini orangnya semua elemen ada. Apa sih mbak yang gak ada di Padepokan Taat Pribadi, kecuali ronggeng oo yang gak ada,

 Disusun oleh

 Tim PKM-PSH Fakultas Ilmu Budaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*
Website